Ecobrick, Memberi Kesempatan Kedua pada Sampah Plastik

Ecobrick adalah salah satu solusi mengurangi efek limbah plastik, sekaligus memberi kesempatan kedua pada sampah-sampah plastik

Buang sampah pada tempatnya atau jangan buang sampah sembarangan merupakan nasihat yang sering kita dengar. Namun untuk saat ini, nasihat itu dirasa kurang relevan, bahkan sudah tidak relevan.

Bila ditelaah secara lebih radikal, nasihat ini justru manifestasi dari sikap manusia yang hanya memindahkan masalah, bukan menyelesaikannya. Ini relevan karena buang sampah pada tempatnya malah menambah beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA) apabila tidak ada kesadaran kolektif dalam diri manusia untuk mencoba menekan volume sampah yang digunakan. Maka dari itu, menurut saya, sampah dan buang, menjadi dua frasa yang sudah tidak semestinya selalu disandingkan dalam satu kalimat perintah.

Salah satu jenis sampah yang punya dampak serius bagi lingkungan dan manusia adalah sampah plastik. Masih ingat dengan viralnya bungkus Indomie yang tidak terurai maski sudah terombang ambing selama 19 tahun di lautan? Itu baru satu plastik yang naik ke permukaan. Tentunya masih ada plastic-plastik lain yang punya pengalaman terombang-ambing di laut lebih lama dari bungkus Indomie itu. Situasinya akan sangat mengkhawatirkan jika si plastik-plastik ini sampai ditelan oleh hewan-hewan laut seperti Ikan yang biasanya kita konsumsi.

Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa sampah plastik membutuhkan 20 hingga 500 tahun untuk terurai. Plastik macam sedotan es teh yang biasanya ada di warteg atau angkringan, itu paling cepat terurai setelah 20 tahun dibiarkan. Bayangkan bagaimana bumi begitu tersiksa dengan anasir-anasir macam plastik sampai puluhan hingga ratusan tahun.

Sampah plastik juga tidak boleh dibakar. Ketika membakarnya, tanpa disadari terjadi pelepasan sejumlah zat berbahaya ke udara, seperti karbon monoksida, dioksin dan furan, volatil, serta partikel lainnya. Zat-zat tersebut sangat rawan untuk tubuh manusia karena bila terpapar secara terus menerus, paparan zat tersebut dapat memicu tumbuhnya sel kanker. Tak hanya itu, hasil pembakaran tentunya mengandung emisi karbon dioksida yang berpotensi untuk menipiskan lapisan ozon.

Nah, kalau sudah begitu, apa yang harus dilakukan? Menyalahkan orang-orang yang menciptakan plastik? Tentu tidak kan. saya sendiri menyadari sepenuhnya bagaimana kehidupan manusia saat ini sulit lepas dari plastik, semua aspek kehidupan manusia saat ini banyak yang membutuhkan plastik, terutama pada kehidupan sosial dan ekonomi.

Ecobrick hadir menawarkan solusi dengan memberikan kesempatan kedua bagi sampah plastik untuk lebih dihargai dan bermanfaat. Secara bahasa, “eco” dan “brick” artinya bata ramah lingkungan. Disebut “bata” karena mulanya, ecobrick dibuat untuk menambah pasokan batu bata untuk pembuatan pondasi rumah. Ide ini dicetuskan oleh Russell Maier yang seorang warga Kanada bersama istrinya, Ani Himawati yang berasal dari Indonesia.

Pasangan suami istri ini sangat menyadari bahaya sampah plastik bagi kesehatan dan dampak buruknya terhadap lingkungan. Butuh proses panjang hingga keduanya berhasil menemukan metode paling efektif dan aman untuk mengurangi sampah plastik, yaitu ecobrick.

Ecobrick adalah botol plastik yang diisi padat dengan limbah plastik dengan standarisasi berupa berat, spesifikasi botol, dan plastik yang sudah diatur oleh badan pengembangan ecobrick dunia, yaitu Gobrick.

Cara membuatnya pun mudah. Kalian tinggal kumpulkan sebanyak mungkin sampah-sampah berbahan plastik seperti bungkus Indomie, snack, kantong plastik, sedotan. Cuci bersih dan keringkan plastik-plastik itu. Kemudian potong kecil-kecil dan masukan ke dalam botol Aqua atau sejenisnya. Tekan sampah plastik ke dalam botol menggunakan kayu bambu atau sejenisnya yang panjangnya berukuran 30 cm. Botol plastik yang digunakan biasanya berukuran 330 – 1500 ml dan membutuhkan plastik setengah hingga satu karung untuk satu botol. Ini untuk memastikan ecobrick bisa dihasilkan dengan padat dan kuat.

Sampah-sampah plastik di dalam ecobrick ini akan tersimpan sehingga tidak perlu dibakar, menggunung, atau tertimbun di TPA. Metode ecobrick memungkinkan kita untuk tidak menjadikan plastik menjadi bagian dari industrial recycle system yang dalam prosesnya sangat boros energi. Ecobrick juga menjaga bahan-bahan plastik tersebut untuk tidak melepaskan CO2 yang pada akhirnya akan menyumbang pemanasan global.

Setiap botol ecobrick yang sudah jadi dapat digunakan dan disusun sebagai pengganti batu bata untuk pembuatan rumah, sebagai bahan dasar untuk membangun gapura, kursi, bahkan taman. Di beberapa daerah, sudah mulai diinisiasi desa ecobrick dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif.

Ecobrick adalah solusi, itu benar, tapi perlu menjadi gerakan nasional, terutama bagi masyarakat perkotaan karena menjadi penyumbang konsumsi plastik terbanyak. Malu dong sama orang desa, yang sudah banyak menginisiasi soal lingkungan padahal bukan menjadi penyumbang sampah plastik.

Mari mulai memberikan kesempatan kedua pada sampah plastik melalui ecobrick. Dengan ecobrick kita memiliki kesempatan untuk mengubah pengorbanan ekosistem dalam mencerna plastik. Kita dapat mengubah plastik menjadi bermanfaat bagi masyarakat dan ekosistem setempat.

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya

Sumber: https://mojok.co/terminal/ecobrick-memberi-kesempatan-kedua-pada-sampah-plastik/

CJ Logistics Mulai Gunakan Palet dari Plastik Daur Ulang di Pusat Distribusi Indonesia

TRIBUNNEWS(dot)COM, JAKARTA – Perusahaan kargo logistik global asal Korea, CJ Logistics, mulai mengganti penggunaan palet konvensional dari bahan kayu dengan palet dari bahan plastik daur ulang di pusat logistiknya di Jakarta.

Palet dari bahan plastik daur ulang ini diklaim sebagai Palet Zero-Carbon yang lebih unggul dalam masa pakai dan memiliki daya tahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan palet yang selama ini digunakan.

“Dengan memperkenalkan Palet Zero-Carbon, kami dapat secara bersamaan mengurangi emisi karbon dan meningkatkan efisiensi operasional di lokasi logistik kami di Indonesia,” ujar Jinmok Kim, Direktur Utama dari CJ Logistics Indonesia, Minggu (3/7/2022).

“Kami berencana untuk memperluas pengenalan palet ramah lingkungan ini di pusat-pusat logistik di Indonesia dan lebih lanjut mempraktikan model bisnis logistik ramah lingkungan.” ujar seorang petinggi CJ Logistics.

Palet ramah lingkungan ini dibuat dengan menggunakan limbah plastik yang dihasilkan selama pembuatan wadah kedap udara dan tidak memiliki masalah dalam kekuatan dan performa saat diperkenalkan di lokasi logistik Korea Selatan.

Mengurangi emisi karbon sebesar 67.3 kg per palet, dengan total jumlah 26,880 untuk 400 palet yang setara dengan menanam 8,960 pohon.

Penggunaan palet dari bahan daur ulang ini untuk memperluas strategi social and governance (ESG) global dengan total 400 unit Palet Zero-Carbon yang digunakan untuk pusat logistik di Jakarta, Indonesia.

Penerapan palet ramah lingkungan ini menghasilkan penurunan emisi karbon sekaligus meningkatkan efisiensi logistik lokal karena komposisinya membuat palet lebih tahan lama dibandingkan palet kayu standar yang biasanya digunakan di Indonesia.

Palet merupakan sebuah platform datar, horizontal yang digunakan untuk menyimpan, mengangkut, dan memuat barang di lokasi logistik. Pada umumnya sebagian besar pusat logistik di Indonesia menggunakan palet kayu.

Namun palet kayu hanya bisa digunakan dalam waktu yang singkat karena tingkat suhu dan kelembaban yang tinggi. Iklim tropis menyebabkan palet cepat terdekomposisi dan juga dapat menarik hama.

Untuk pengadaan palet tipe baru ini CJ Logistics bekerja sama dengan KOTRA untuk mengirimkan Palet Zero-Carbon ke Indonesia.

CJ Logistics menciptakan Palet Zero-Carbon dengan menggabungkan potongan plastik yang diperoleh dari klien CJ Logistics, yaitu LocknLock, sebuah perusahaan produk rumah tangga global, dengan green technology baru dari produsen palet Sangjin ARP.

LocknLock memberikan kepada CJ Logistics sebanyak 12 ton plastik sisa dari hasil produksi saat membuat produk rumah tangga, seperti wadah kedap udara, secara cuma-cuma.

Perusahaan kemudian menggunakan plastik ini sebagai bahan baku untuk memproduksi 400 palet ramah lingkungan, hal ini menunjukkan kemitraan yang saling menguntungkan antara CJ Logistics, LocknLock dan Sangjin ARP.

Setiap Palet Zero-Carbon dapat mengurangi 67,3 kg emisi karbon, artinya jumlah total gas rumah kaca yang berkurang selama pembuatan 400 palet adalah sekitar 26.880 kg. Jumlah ini setara dengan jumlah karbon dioksida tahunan yang dapat diserap oleh 8.960 pohon pinus.

Palet Zero-sCarbon juga dapat memberikan efek pengurangan karbon tambahan selama masa pakai produk. Biasanya, palet yang rusak akan langsung dibuang seluruhnya sehingga menghasilkan limbah.

Namun, dengan teknologi palet modular dari Sangjin ARP (hak paten internasional masih tertunda), palet yang rusak dapat diperbaiki dan bagian yang rusak bisa didaur ulang.

Teknologi ini diharapkan dapat lebih menghemat biaya dan mengurangi emisi karbon.
Meskipun palet dibuat dengan limbah plastik daur ulang, CJ Logistics telah mengkonfirmasi bahwa kekuatan dan performa Palet Zero-Carbon serupa dengan palet standar dan dapat menahan beban hingga satu metrik ton.

Hasil ini didasarkan pada data yang telah dikumpulkan sepanjang tahun pertama pengenalan palet di pusat logistik CJ Logistics Korea Selatan.

Karena biaya produksi Palet Zero-Carbon hampir sama dengan palet plastik standar yang baru, CJ Logistics berencana untuk terus mendapatkan pasokan limbah plastik berkualitas tinggi untuk memperluas pemakaian palet ini secara global. .

CJ Logistics saat ini mengelola tiga divisi untuk melayani pelanggan domestik dan internasional dalam wujud solusi logistik satu atap untuk pebisnis e-commerce hingga infrastruktur transportasi.

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Wahyu Aji

Sumber: https://www.tribunnews.com/bisnis/2022/07/03/cj-logistics-mulai-gunakan-palet-dari-plastik-daur-ulang-di-pusat-distribusi-indonesia?page=all

Peduli Limbah Plastik, Penyandang Disabilitas Daur Ulang Sampah Menjadi Tas Serba Guna

Liputan6(dot)com, Jakarta. Produk plastik sangat erat dengan kehidupan masyarakat termasuk penyandang disabilitas sehari-hari. Maka dari itu, plastik disebut sebagai salah satu kebutuhan manusia yang esensial.

Dilansir dari National Geographic, dalam enam dekade manusia menghasilkan 8,3 miliar metrik ton plastik dan 91 persennya dibuang tanpa didaur ulang. Padahal, untuk dapat terurai secara alami, limbah plastik membutuhkan rentang waktu ratusan tahun hingga menyatu dengan tanah.

Dengan banyaknya kebutuhan manusia akan penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari, pemerintah pun melakukan beberapa cara agar mengurangi penggunaan plastik sejak Juli 2020.

Sejalan dengan misi untuk mengurangi limbah plastik serta melestarikan alam, Precious One —sebuah yayasan yang berfokus pada pemberdayaan disabilitas digandeng oleh perusahaan Nojorono Kudus untuk berkolaborasi.

Dimulai sejak 2020, kerja sama antara keduanya menghasilkan ragam kolaborasi yang menciptakan berbagai inovasi produk yang digunakan sebagai corporate merchandise perusahaan. Kolaborasi yang kerap dilakukan menitikberatkan pada komitmen untuk memberikan dukungan terhadap para penyandang disabilitas.

Pada 2022, perusahaan itu kembali menggandeng Precious One dalam menginisiasi pengelolaan materi promosi bekas pakai.

Materi promosi yang berbahan dasar plastik seperti spanduk bekas diolah kembali menjadi ratusan tas serbaguna yang ramah lingkungan.

Tas serbaguna hasil daur ulang menjadi salah satu merchandise korporat yang diberikan sebagai buah tangan kepada relasi perusahaan, hal ini sekaligus menjadi bentuk ajakan kepada sesama untuk meningkatkan kepedulian terhadap limbah plastik.

Kolaborasi semacam ini menjadi pintu untuk edukasi kesadaran lingkungan dan tanggung jawab sosial. Selain menjadi langkah pelestarian alam dan lingkungan hidup, kolaborasi seperti ini juga menjadi momen untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya perwujudan lahan kerja yang inklusif bagi penyandang disabilitas.

Dengan demikian, perekonomian penyandang disabilitas juga bisa ikut didukung.

“Diawali dengan adanya materi promosi billboard berbahan dasar vinyl yang telah terpakai, tapi masih dalam kondisi yang baik. Nojorono Kudus berinisiasi memanfaatkan materi promosi tersebut untuk dapat digunakan kembali menjadi produk yang lebih inovatif dan bermanfaat,” tutur Arief Goenadibrata selaku Managing Director Nojorono Kudus mengutip keterangan pers Jumat (1/7/2022).

Arief berpendapat bahwa setiap barang pastinya pantas mendapatkan kesempatan kedua, sehingga berguna kembali menjadi sesuatu yang bermanfaat.

“Berbagai manfaat dapat dirasakan ketika kita melakukan daur ulang.  Selain mengatasi pencemaran lingkungan, kami turut mendukung ketersediaan ruang berkarya bagi teman-teman disabilitas untuk tetap produktif meski memiliki keterbatasan,” jelas Arief.

Dalam kesempatan kunjungan Nojorono Kudus ke workshop Precious One pada Senin, 13 Juni 2022, Ratnawati Sutedjo selaku Founder Precious One menyampaikan bahwa kolaborasi tahun ini merupakan wujud kepedulian dari dua sisi.

Yakni kepedulian terhadap alam dan sosial —dalam hal ini teman-teman disabilitas.

“Kolaborasi tas serbaguna kali ini merupakan hal yang luar biasa, karena peduli dengan alam, jadi daripada membuang, lebih baik kita mengembangkan kreativitas dengan mengolah kembali bahan-bahan bekas yang layak pakai,” tutur Ratna.

“Kami ditantang untuk kreatif. Sebelumnya kami juga berkolaborasi untuk masker kain, ada juga cutlery set dan sekarang tas serbaguna yang sama-sama dibuat oleh teman-teman disabilitas. Tantangan untuk kolaborasi kreatif ini menciptakan ruang untuk teman-teman disabilitas dalam berkreasi, dan menciptakan sesuatu yang baru,” kata Ratna.

Daur ulang memang menjadi salah satu cara mengurangi sampah plastik yang semakin hari semakin menggunung. Plastik bahkan telah mencemari sungai-sungai besar di Indonesia.

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi mengatakan bahwa sungai-sungai di Pulau Jawa sudah tercemar mikroplastik.

Sungai-sungai itu termasuk Sungai Brantas di Jawa Timur, Sungai Bengawan Solo di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan Sungai Citarum di Jawa Barat.

Pencemaran sungai ini memicu gerakan somasi pada gubernur-gubernur terkait. Pasalnya, kontaminasi mikroplastik di perairan sungai telah masuk ke dalam rantai makanan.

Sumber mikroplastik di sungai berasal dari limbah industri tekstil dan industri daur ulang kertas. Sumber lainnya adalah sampah plastik yang tidak terkelola di daratan yang akhirnya membanjiri sungai. Salah urus pengelolaan sampah, baik di daratan, sungai, maupun lautan turut andil menjadi penyebab rusak dan tercemarnya sungai-sungai di Pulau Jawa.

“Sungai-sungai di Pulau Jawa ini tertekan. Bayangkan, 60 persen populasi Indonesia tinggal di Pulau Jawa dan semua butuh air bersih. Di sisi lain, ratusan industri membuang limbahnya ke sungai,” ujar Prigi dalam konferensi pers Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Selasa (12/4/2022).

Sungai Brantas terkenal dengan pabrik gula dan kertas, di Bengawan Solo ada pabrik kain besar yang memasok kain untuk baju yang digunakan hampir seluruh tentara di dunia. Sedangkan, di Jawa Barat atau di Citarum ada Majalaya yang memiliki 500 industri dengan produk-produk ekspor. Produk terbaik dikirim ke luar negeri, sedangkan sisa limbahnya dialirkan ke sungai.

Untuk itu, ia dan para aktivis lingkungan lain mendukung gerakan somasi untuk para gubernur di tiga provinsi sebagai tanggung jawab atas pencemaran sungai dan sampah di pulau jawa.

“Kita melakukan upaya mitigasi, menggugat para gubernur di Jawa. Gubernur Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur karena kita menganggap mereka lalai dan membiarkan sungai-sungai penting di Jawa jadi tercemar dan mengancam kesehatan masyarakat,” katanya.

Penulis:

Sumber: https://www.liputan6.com/disabilitas/read/5000148/peduli-limbah-plastik-penyandang-disabilitas-daur-ulang-sampah-menjadi-tas-serba-guna

Potensi Pengembangan Kaltim dari Perkebunan Karet hingga Pariwisata

Samarinda, IDN Times – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dengan sepuluh kabupaten dan kota didalamnya memiliki potensi besar bagi investasi daerah bahkan nasional.

“Potensi sumber daya alam dan keunggulan kewilayahan Kaltim masih terbuka bagi investor dalam dan luar negeri,” ungkap Pj Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim H Riza Indra Riadi dalam akun Instagram Pemprov Kaltim, Senin (4/7/2022).

Pemprov Kaltim menerima kedatangan 43 delegasi Jepang terdiri dari Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, serta Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Japan External Trade Organization (JETRO) ketika di Balikpapan, pekan lalu.

1. Potensi investasi di Kaltim

Kalimantan Timur dengan sepuluh kabupaten dan kota didalamnya memiliki potensi besar bagi investasi daerah bahkan nasional.

“Potensi sumber daya alam dan keunggulan kewilayahan Kaltim masih terbuka bagi investor dalam dan luar negeri,” ungkap Pj Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim H Riza Indra Riadi dihadapan 43 delegasi Jepang terdiri dari Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, serta Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Japan External Trade Organization (JETRO) ketika di Balikpapan, pekan lalu.

Potensi ini lanjutnya, belum terkelola secara maksimal, sehingga terbuka lebar bagi investor yang berminat menanamkan modal usahanya di Benua Etam.

Misalnya, proyek pembangunan pabrik Karet Remah di Kutai Barat seluas 10 ha dengan estimasi produksi yang direncanakan 10 ribu ton per tahun dengan spesifikasi produk SIR 20.

“Karet menjadi salah satu komoditi utama dunia untuk kebutuhan industri dan potensinya sangat besar di Kaltim,” ujarnya.

Selain itu, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) di Kabupaten Kutai Timur yang memiliki legal aspect berupa Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 2014 dengan luas area 509 ha.

“Kawasan ini kaya akan sumber daya alam terutama kelapa sawit, kayu dan energi,” jelasnya.

Kawasan ini menurut dia, didukung posisi geostrategis terletak pada lintasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI II) sebagai lintasan laut perdagangan internasional yang menghubungkan Pulau Kalimantan dan Sulawesi.

Sehingga, KEK MBTK menjadi pusat pengolahan kelapa sawit dan produk turunannya, serta pusat bagi industri energi seperti industri mineral, gas dan batu bara.

Di Kaltim tambahnya, juga memiliki pengelolaan Kawasan Industri Bontang Lestari di Kota Bontang dengan peluang investasi berupa pengolahan fly ash dan bottom ash dari pembangkit listrik.

“Perkembangan daerah dan pertumbuhan penduduk ditambah ibu kota negara berada di Kaltim, maka kebutuhan energi listrik semakin besar pula dan ini peluang bisnis kedepannya,” beber Riza.

Potensi ini lanjutnya, belum terkelola secara maksimal, sehingga terbuka lebar bagi investor yang berminat menanamkan modal usahanya di Benua Etam. Misalnya, proyek pembangunan pabrik karet remah di Kutai Barat seluas 10 hektare dengan estimasi produksi yang direncanakan 10 ribu ton per tahun dengan spesifikasi produk SIR 20.

“Karet menjadi salah satu komoditi utama dunia untuk kebutuhan industri dan potensinya sangat besar di Kaltim,” ujarnya.

Selain itu, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) di Kabupaten Kutai Timur yang memiliki legal aspect berupa Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 2014 dengan luas area 509 hektare.

“Kawasan ini kaya akan sumber daya alam terutama kelapa sawit, kayu dan energi,” jelasnya.

Ditulis oleh: Sri Wibisono

Sumber: https://kaltim.idntimes.com/news/kaltim/sri-wibisono/potensi-pengembangan-kaltim-dari-perkebunan-karet-hingga-pariwisata

Label BPA Dinilai Bisa Bantu Pertumbuhan UMKM

KONTAN CO ID – JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia (APDAMINDO) Budi Darmawan menepis isu pelabelan Bisfenol A atau BPA pada galon guna ulang yang beredar luas di masyarakat akan memukul bisnis kecil, terutama depot air isi ulang.

“Sejak awal kami sudah menyatakan dukungan kami ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” kata Budi dalam keterangannya, Kamis (23/6).

“Kami melihat bahwa pelabelan tersebut pada dasarnya demi keamanan konsumen dan dunia usaha justru mendapatkan keuntungan dari adaptasi value chain bisnis itu sendiri,” lanjut dia.

Menurut Budi, industri air minum kemasan adalah bisnis yang sudah berumur lebih dari 50 tahun, dan tentunya wajar apabila terjadi perubahan yang sifatnya disruptif, semisal pelabelan BPA pada galon keras yang mendominasi pasar.

Sebelumnya, Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM, Rita Endang menyatakan rancangan regulasi pelabelan BPA sebatas menyasar produk galon guna ulang berbahan polikarbonat, jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan bahan campuran BPA. Jenis plastik ini juga banyak digunakan sebagai material bangunan semisal atap garasi.

Menurut Rita, sekitar 50 juta lebih warga Indonesia sehari-harinya mengkonsumsi air kemasan bermerek. Dari total 21 miliar liter produksi industi air kemasan per tahunnya, 22% di antaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang. Dari yang terakhir, 96,4% berupa galon berbahan plastik keras polikarbonat.

“Artinya 96,4% itu mengandung BPA. Hanya 3,6% yang PET (Polietilena tereftalat),” kata Rita.

Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

Sumber: https://industri.kontan.co.id/news/label-bpa-dinilai-bisa-bantu-pertumbuhan-umkm

Christian Sonnendecker di laboratoriumnya di Universitas Leipzig. Ia dan peneliti lain telah menemukan enzim baru yang dapat memakan plastik PET - Foto, Clare Roth, DW

Ilmuwan Jerman Temukan Enzim Pemakan Plastik

DW Iptek, Jerman – Plastik jenis PET perlu waktu hingga 1.000 tahun untuk terurai. Kini peneliti dari Leipzig, Jerman berhasil temukan enzim baru untuk mengurai plastik yang paling banyak diproduksi di dunia itu.

Saat mengais-ngais tumpukan kompos di pemakaman kota Leipzig, Christian Sonnendecker dan tim penelitinya menemukan tujuh enzim baru yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Para ilmuwan itu sedang berburu protein yang punya potensi bisa “memakan” plastik PET, jenis plastik yang paling banyak digunakan di dunia. Plastik jenis PET paling banyak digunakan untuk membuat botol air mineral dan kemasan bahan makanan.

“Para ilmuwan mulanya tidak berharap banyak, saat mereka membawa sampel itu kembali ke laboratorium”, kata Sonnendecker kepada DW ketika mengunjungi laboratorium Universitas Leipzig. Bagi para peneliti, itu hanya tempat pembuangan sampah kedua yang mereka teliti, dan mereka pikir enzim pemakan PET itu langka.

Namun di salah satu sampel, mereka menemukan enzim atau poliester hidrolase yang disebut PHL7. Hal yang mengejutkan para peneliti, Enzim PHL7 mengurai seluruh bagian plastik dalam waktu kurang dari sehari.

Dua enzim pemakan plastik
Para peneliti mengamati, enzim PHL7 yang baru ditemukan, ‘memakan’ plastik PET lebih cepat, dibanding enzim LCC yang saat ini digunakan sebagai standar dalam ujicoba mengurai plastik PET.

Guna memastikan penemuan mereka bukan kebetulan, tim Sonnendecker membandingkan PHL7 dengan LCC dalam ekperimen lanjutan, dengan mengurai beberapa wadah plastik. Dan ternyata benar: PHL7 lebih cepat.

“Saya kira, kami perlu mengambil sampel dari ratusan lokasi berbeda, sebelum menemukan salah satu enzim ini,” kata Graham Howe, ahli enzim di Queens University di Ontario, Kanada.

Howe, yang juga mempelajari degradasi PET tetapi tidak terlibat dalam penelitian Leipzig, tampak kagum dengan penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Chemistry Europe. “Kelihatnnya, kita hanya perlu pergi ke alam, dan akan menemukan enzim yang melakukan hal ini di mana-mana,” kata Howe.

Dilema menghadapi Plastik PET
Meskipun plastik PET dapat didaur ulang, namun tidak terurai.Seperti limbah nuklir atau komentar buruk kepada pasangan Anda, begitu plastik PET dibuat, plastik itu tidak akan pernah benar-benar hilang.

Bekas botol plastik memang dapat diubah menjadi produk baru. Salah satunya dengan membuat tas jinjing berbahan plastik PET. Namun upaya daur ulang ini menghadapi masalah, seputar kualitas plastik yang semakin memburuk dalam siklus daur ulang. Sejauh ini banyak plastic PET akhirnya didaur ulang menjadi produk seperti karpet ataupun sejumlah besar tas jinjing. Meski pada akhirnya, akan tetap kembali mendarat di tempat pembuangan sampah.

Ada dua cara sebagai solusi masalah ini: Yang pertama, menghentikan total semua produksi plastik PET. Namun upaya ini harus menghadapi fakta, bahan PET sangat umum dan ada dimana-mana. Sehingga jika perusahaan segera berhenti memproduksi plastik PET, masih akan ada jutaan botol minuman ringan kosong yang tidak akan terurai dalam waktu ribuan tahun.

Cara kedua adalah dengan memaksa plastik terdegradasi. Para ilmuwan selama beberapa dekade telah mencoba menemukan enzim yang bisa melakukan hal itu, dan pada 2012 mereka menemukan LCC, atau “cutinase kompos bercabang daun.”

LCC merupakan terobosan besar, karena menunjukkan bahwa PETase, komponen LCC, dapat digunakan untuk mendegradasi plastik PET ketika dikombinasikan dengan enzim lain yang dikenal sebagai esterase. Enzim esterase digunakan untuk memutuskan ikatan kimia dalam proses yang disebut hidrolisis.

Para ilmuwan yang meneliti LCC menemukan, enzim tersebut tidak membedakan antara polimer alami dan polimer sintetik, yang kita kenal sebagai plastik. Sebaliknya, LCC mengakui plastik PET sebagai zat alami dan memakannya seperti polimer alami.

Rekayasa enzim
Sejak penemuan LCC, peneliti seperti Sonnendecker terus mencari enzim pemakan PET baru di alam. Mereka menyebut LCC adalah enzim yang bagus tetapi memiliki keterbatasan. Keterbatasan enzim LCC adalah, membutuhkan waktu berhari-hari untuk memecah PET dan reaksi harus terjadi pada suhu yang sangat tinggi.

Ilmuwan dan peneliti lain telah mencoba mencari cara untuk merekayasa LCC agar lebih efisien. Sebuah perusahaan Prancis bernama Carbios melakukan hal itu. Mereka merekayasa LCC untuk membuat enzim yang lebih cepat dan lebih efisien.

Sementara para peneliti di University of Texas di Austin melaporkan, telah menciptakan protein pemakan PET menggunakan algoritma pembelajaran mesin. Mereka mengatakan protein mereka dapat mendegradasi plastik PET dalam 24 jam.

David Zechel, seorang profesor ilmu kimia di Queen’s University mengatakan, pendekatan yang digunakan selalu dimulai dengan sesuatu yang telah diketahui oleh para peneliti. Sehingga para ilmuwan tidak perlu menemukan sesuatu yang baru, namun bekerja untuk meningkatkan apa yang telah ditemukan. “Jenis rekayasa ini penting pada saat para peneliti mencoba menciptakan enzim yang optimal untuk mendegradasi PET”, kata Zechel.

Plastik PET jenis botol belum terurai
Namun enzim yang baru ditemukan Sonnendecker dan timnya, juga memiliki keterbatasan. Enzim ini dapat menghancurkan wadah kamasan makanan, tetapi tidak dapat menghancurkan botol minuman ringan. Plastik PET yang digunakan dalam botol minuman, diperpanjang rantainya dan diubah secara kimiawi, membuatnya lebih sulit terurai dibanding PET yang digunakan dalam kemasan makanan.

Tim Sonnendecker dalam pengujian yang mereka lakukan, telah mengembangkan rekayasa awal yang diterapkan pada botol PET, sehingga memudahkan enzim untuk mendegradasi plastik. Tapi penelitian itu belum dipublikasikan.

Para peneliti meyakini, dengan bantuan industri, teknologi menggunakan PHL7 untuk menguraikan PET dalam skala besar, akan siap dan dapat diterapkan dalam waktu sekitar empat tahun.

Penulis: Clare Roth
Sumber: https://www.dw.com/id/ilmuwan-jerman-temukan-enzim-pemakan-plastik/a-61999385

Pemerhati lingkungan, Ekonomi sirkular jadi kunci lestarikan bumi

Pemerhati Lingkungan: Ekonomi Sirkular jadi Kunci Lestarikan Bumi

Jakarta (ANTARA) – Pemerhati lingkungan Dr Alexander Sonny Keraf mengatakan ekonomi sirkular menjadi kunci melestarikan Bumi. Ekonomi sirkular merupakan model industri baru yang berfokus pada pengurangan sampah (reduce), penggunaan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle) yang mengarah pada pengurangan konsumsi sumber daya primer dan produksi limbah.

“Saat ini dunia usaha menyadari pentingnya tanggung jawab yang berkelanjutan bagi keberlangsungan komunitas dan lingkungan. Sementara konsumen secara global juga mulai sadar dan khawatir dengan krisis bumi dan krisis iklim, yang membuat mereka semakin menuntut produk dan model bisnis yang ramah lingkungan,” kata Sonny dalam siaran pers pada Senin.

Kendati ia menyebut model ekonomi sirkular sesungguhnya belum sepenuhnya diterapkan di Indonesia, tapi ia yakin mau tidak mau Indonesia akan mengimplementasikan ekonomi hijau dan ekonomi sirkular.

Sonny mencontohkan praktik ekonomi sirkular adalah penerapan extended producer responsibility, atau tanggung jawab produsen yang lebih luas, khususnya menyangkut sampah atau limbah.

“Selama ini telah terjadi salah kaprah karena menganggap sampah merupakan tanggung jawab konsumen. Sehingga masyarakat konsumen lah yang didesak untuk memilah, mengumpulkan, dan membuang sampah di tempatnya.”

“Kita lupa bahwa sampah itu sumbernya dari produsen juga, khususnya sampah industri atau sampah kebutuhan konsumsi, seperti botol dan kotak minuman kemasan,” ujar Sonny.

Maka dalam ekonomi sirkular, ada kewajiban produsen untuk mengelola sampahnya sejak awal, yaitu saat mendesain atau merancang barang yang akan diproduksi.

“Kalau dia sudah merancangnya sejak awal, maka ia akan memilih bahan baku kemasan yang tidak akan menimbulkan sampah. Atau mereka akan bertanggung jawab untuk mengumpulkan kembali sampah plastik atau kardus yang menjadi sisa-sisa dari produksinya,” jelas Sonny.

Langkah tersebut menurutnya juga membutuhkan kolaborasi berbagai pihak termasuk stake holder dan masyarakat khususnya konsumen, agar memiliki kesadaran untuk ikut berpartisipasi dengan cara memilah sampah sesuai dengan pengelompokannya, sehingga membantu memudahkan proses daur ulang.

Saat ini ia menilai bahwa telah tumbuh kesadaran pada pelaku industri di Tanah Air untuk tidak semata memikirkan profit, tapi juga planet, salah satunya adalah inisiatif yang dilakukan oleh Danone Indonesia.

Perusahaan ini menurut Sonny memiliki nilai kepedulian mengumpulkan kemasan plastik paska konsumsi untuk kemudian diolah kembali dijadikan bahan baku kemasan mereka, atau untuk produk berbeda yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Kemasan produk berbahan plastik itu bisa diproduksi ulang untuk kebutuhan yang lain, atau dikirim ke produsen pemilik merek untuk dipakai kembali sebagai bahan baku sehingga mengurangi pengerukan sumber daya alam,” kata dia.

Danone meluncurkan inisiatif “bijak berplastik” tahun 2018 demi mengumpulkan lebih banyak sampah kemasan plastik daripada yang digunakan pada 2025, mengedukasi 100 juta konsumen dan 5 juta anak sekolah, serta mengembangkan kemasan yang 100 persen dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang atau dapat dijadikan kompos dan memiliki kandungan daur ulang hingga 50 persen pada kemasannya di 2025.

Pewarta : Ida Nurcahyani
Editor: Joko Nugroho
Sumber: https://sumbar.antaranews.com/berita/508149/pemerhati-lingkungan-ekonomi-sirkular-jadi-kunci-lestarikan-bumi 

Jerman Produksi Sepeda dari Plastik Daur Ulang (Igus Buat Sepedah dari Plastik Daur Ulang - Foto Istimewa)

Jerman Produksi Sepeda dari Plastik Daur Ulang

Sindo News, Jakarta – Perusahaan asal Jerman, Igus sukses membuat sepeda yang terbuat dari plastik daur ulang. Ini merupakan yang pertama di dunia yang diklaim tidak perlu dilakukan perawatan karena anti karat.

Dilansir dari laman resmi Igus, Minggu (5/6/2022), sepeda mulai bisa dipesan dan diproduksi pada akhir tahun 2022. Lalu selanjutnya akan dikirim ke rumah konsumen awal tahun 2023 mendatang.

Igus sendiri telah mengembangkan sepeda daur ulang ini selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya sekarang telah menghadirkannya dengan konsep sepeda perkotaan yang ramah lingkungan, kokoh, dan tahan lama.

Igus menyebut bahwa inovasinya ini seluruhnya terbuat dari plastik, mulai dari rangka, jok, hingga rantai. Igus mengklaim dengan material yang digunakan sepeda akan tahan di segala cuaca.

“Karena semua komponen terbuat dari plastik, tidak ada bagian dari sepeda yang berkarat, bahkan roda gigi,” kata Frank Blase, CEO igus. Frank mengatakan, keungggulan lain dari sepeda baru ini adalah material plastik yang digunakan awalnya diperuntukan untuk sekali pakai saja. Namun dengan teknologi yang ia miliki, maka semuanya dimungkinkan.

“Plastik di tempat pembuangan sampah di seluruh dunia menjadi sumber daya yang berharga,” jelas Blase.

“Dari sampah plastik laut hingga plastik botol, konsep sepeda igus memiliki apa yang diperlukan untuk menjadi produk ekologis berteknologi tinggi,” tambahnya.

Lebih lanjut, menurutnya, semua komponen memiliki pelumas padat yang terintegrasi yang fungsinya sama seperti oli. Jadi dengan pelumas ini, sepeda tidak memerlukan oli cair setetes pun.

Igus mengaku akan mengembangkan sepeda dari plastik daur ulang dalam versi lain dalam beberapa waktu kedepan. Ini termasuk e-bike, yang juga seluruh materialnya terbuat dari bahan daur ulang.

Tidak hanya itu, cita-cita lain Igus adalah menghadirkan fasilitas manufaktur di dekat tempat pembuangan sampah plastik di seluruh dunia.

“Kami punya lebih banyak ide. Diharapkan akan meyakinkan banyak orang yang masih skeptis tentang plastik,” pungkas Blase.

Untuk diketahui, sepeda daur ulang Igus dibandrol dengan harga yang terbilang murah, yakni seharga 1.200 euro atau setara Rp 18,5 juta.

Penulis: Tangguh Yudha
Sumber: https://otomotif.sindonews.com/read/789307/183/jerman-produksi-sepeda-dari-plastik-daur-ulang-1654434383?showpage=all 

Industri Pengolahan Sampah Plastik Senilai Rp400 Miliar Dibangun di Kabupaten Malang

MALANG, iNews(dot)id – Industri Pengolahan sampah plastik senilai Rp400 miliar akan dibangun di Kabupaten Malang. Pembangunan ini menjadi bagian dari program Bersih Indonesia: Eliminasi Sampah Plastik yang dicanangkan pemerintah bersama Pemkab Malang dan pihak ketiga, Alliance to End Plastic.

Bupati Malang Sanusi mengatakan, pembangunan pabrik pengolahan sampah plastik di Kabupaten Malang nantinya akan melengkapi pengelolaan sampah plastik yang ada. Saat ini di Kabupaten Malang sudah ada tempat pengolahan sampah plastik. Namun, hanya bisa memilih sampah plastiknya saja.

“Selama ini kita sudah mendirikan bank sampah sudah TPS3SR, ketika plastik ini hanya bisa dipilah, lalu kita setorkan ke pengepul, ini ada bantuan investasi untuk mengolah sampah-sampah plastik di Malang Raya,” ucap Sanusi seusai peluncuran program Bersih Indonesia: Eliminasi Sampah Plastik, di Pendopo Kabupaten Malang, Rabu sore (18/5/2022).

Pihaknya telah menyiapkan dua lahan untuk pengembangan industri pengolahan sampah plastik di Kabupaten Malang yang bakal dibangun hingga tahun 2024 mendatang. Dua lokasi itu berada di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Talangagung seluas dua hektar, serta satu lagi di Kecamatan Poncokusumo.

“Dukungan terutama untuk manajemen juga SDM, juga penyediaan lahan, ini kita yang menyediakan yang di sini kita siapin dua hektar di TPA (Talangagung) itu,” katanya. Pihaknya menyebut, nilai investasi dari industri pengolahan sampah plastik ini mencapai 29 juta US dollar atau ketika dirupiahkan mencapai Rp 426 miliar lebih.

Nantinya untuk mendukung investasi industri pengolahan sampah plastik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD Kabupaten Malang bakal membuat regulasi pengelolaan sampah.

“Kita bikin Perda untuk perda kebersihan dimana masyarakat diwajibkan memilah sampahnya dengan kita berikan tempat sampah yang terdiri dari tiga jenis, sampah organik, sampah plastik, dan sampah metal,” kata Sanusi.

Di regulasi itu nantinya bakal diatur pemilihan sampah plastik mulai dari rumah tangga hingga hilirnya ke industri pengolahan sampah yang telah dicanangkan.

“Di rumah – rumah nanti sudah ada itu (pemilihan sampah), dan regulasinya masyarakat dilarang buang sampah sembarangan. Nanti sampah itu bisa dibuang di tempatnya, lalu petugas ngambil bank sampah jadi kendaraan yang plastik diambil kendaraan plastik, yang organik diambil kendaraan organik ada kendaraan roda tiga yang keliling,” ujarnya.

Harapannya dengan industri pengolahan sampah tersebut mampu menyerap sebanyak 3.000 pekerja di Kabupaten Malang mulai hulu hingga hilir. Hal ini agar memanfaatkan sampah menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat, khususnya di Kabupaten Malang.

“Dari program Alliance bersma Kementerian Manivest dan menimbulkan 3.000 pekerja untuk bisa bekerja dalam pengelolaan sampah plastik. Dengan program bersih Indonesia kami harap menandai program strategis dalam hal pengelolaan sampah yang lebih efektif,” katanya.

Ditulis oleh: Avirista Midaada

Editor: Ihya Ulumuddin

Source: https://jatim.inews.id/berita/industri-pengolahan-sampah-plastik-senilai-rp400-miliar-dibangun-di-kabupaten-malang/all

Krisis Sampah Plastik, Peran Aktif Korporasi Penting untuk Wujudkan Target Pemerintah

TRIBUNNEWS(dot)COM – Krisis sampah plastik di Indonesia hingga kini tak kunjung mereda. Pemerintah sendiri telah menargetkan pengurangan sampah hingga 30 persen dan pengurangan sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada tahun 2025.

Melansir Kompas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat total sampah nasional mencapai 68,5 juta ton, naik sekitar 0,7 juta ton dari total timbulan sampah nasional tahun 2020.

Temuan lain dari laporan Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN) dan lembaga riset Nielsen mencatat, produk AMDK dari korporasi atau produsen menyumbang 328.117 ton dari total sampah plastik sepanjang 2021.

Temuan tersebut mencatat beberapa tipe bahan plastik yang kerap ditemukan dalam timbulan sampah plastik AMDK yang diproduksi oleh korporasi, yakni PP (Polypropylene), PET (Polyethylene Terephthalate), dan PC (Polycarbonate).

Mengutip laporan yang sama, sampah plastik bertipe PP (Polypropylene) yang biasa ditemukan pada air mineral kemasan gelas (cup) menyumbang produksi sampah sebanyak 66.170 ton dari total timbulan sampah plastik nasional.

Kedua adalah tipe plastik PET (Polyethylene Terephthalate), yang terkandung dalam botol air minum dalam kemasan. Laporan mencatat timbulan sampah mencapai 163.114 ton dari semua merek AMDK.

Sebagai informasi, riset terbaru Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengungkapkan, kemasan plastik PP dan PET termasuk dalam jenis yang paling banyak didaur ulang. Air minum berkemasan plastik PET menyumbang 23 persen total daur ulang, sementara kemasan gelas PP sekitar 15 persen.

Dengan begitu, hal ini menunjukkan secara umum kontribusi dua jenis plastik ini terhadap sirkulasi ekonomi di Indonesia.

Riset tersebut juga memaparkan tingkat daur ulang atau recycling rate pada periode Maret-Agustus 2021 di wilayah Jabodetabek, yakni botol PET sekitar 74 persen, galon PET 93 % persen, dan gelas PP kurang lebih 81 persen.

Yang terakhir adalah sampah AMDK berbahan plastik PC (Polycarbonate) atau polikarbonat, yang menyumbang sebanyak 99.013 ton dari timbulan sampah plastik AMDK nasional. Tipe limbah plastik PC sulit didaur ulang dan sering ditemukan pada galon air minum guna ulang.

Salah satu produsen galon guna ulang multinasional menyumbang sebanyak 38.530 ton, atau lebih dari 10 persen dari total timbulan sampah plastik AMDk nasional 2021.

Sebagaimana diketahui, polikarbonat merupakan tipe plastik yang dikategorikan sebagai tipe plastik nomor 7. Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki standar baku daur ulang polikarbonat kembali menjadi bahan kemasan minuman dan makanan. Baik Good Manufacturing Practices, maupun Standar Nasional Indonesia (SNI). Banyak ahli dan kecenderungan industri internasional sangat tidak menyarankan untuk tidak digunakan karena memiliki kandungan bisphenol A (BPA).

Beberapa riset telah membuktikan bahwa BPA dalam kandungan polikarbonat menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang berbahaya, termasuk gangguan otak dan saraf, kemandulan, diabetes tipe II, hingga berpotensi memicu kanker. Terlebuh, tingkat daur ulang yang rendah membuat penggunaan polikarbonat tidak disarankan.

 

WALHI: Korporasi punya peran besar

Untuk mengatasi timbulan sampah plastik, termasuk di dalamnya sampah plastik AMDK, pemerintah telah meresmikan Peraturan Menteri (Permen) LHK RI No. 75 Tahun 2019 mengenai Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Terdapat tiga bidang usaha yang disoroti yaitu produsen di bidang manufaktur, jasa makanan dan minuman, dan juga ritel.

Pengkampanye Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional, Ghofar, menyebutkan bahwa secara umum isi aturan ini sudah lumayan konkret.

Selain itu, tiga bidang usaha tersebut menurut Ghofar juga memiliki peran yang besar terhadap situasi sampah plastik dan berdiri di antara produsen plastik, termasuk produsen AMDK, dan masyarakat yang mengonsumsi barang kemasan yang menghasilkan sampah itu.

“Jadi perusahaan dalam tiga jenis ini diminta untuk menyetor rencana aksi program selama 2019 sampai 2030. Perencanaan selama 10 tahun ke depan bagaimana. Kemasan yang daur ulang diapakan dan sebagainya. Jadi, Idealnya patuh submit peta jalan dan menjadi kewajiban,” jelas Ghofar pada Tribunnews, Sabtu (14/5/2022).

Dalam Permen LHK RI No. 75 Tahun 2019 ini produsen diwajibkan untuk membatasi timbunan sampah dan mendaur ulang sampah melalui penarikan kembali serta memanfaatkan kembali sampah.

Hal ini dapat dimulai dengan mendesain kemasan yang dapat didaur ulang, diguna ulang, atau dikomposkan, sampai dengan membangun sistem penarikan kembali sampah kemasan untuk didaur ulang sebagai bagian dari penerapan ekonomi sirkular, termasuk untuk produsen AMDK yang tak bisa lepas dari penggunaan kemasan plastik.

 

Masyarakat setuju korporasi berperan penting

Menurut laporan yang disusun Greenpeace Indonesia, korporasi dan pemerintah memainkan peran penting dalam mendorong pengurangan konsumsi plastik.

Meskipun benar bahwa masyarakat harus secara aktif mengurangi penggunaan plastik rumah tangga, kontribusi korporasi diperkirakan akan mempercepat hasil perbaikan lingkungan yang diinginkan.

Menurut survei terhadap 623 responden, lebih dari separuh responden memandang produsen atau distributor sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengurangi kemasan plastik.

Banyak masyarakat percaya korporasi bertanggung jawab dalam hal ini, karena masyarakat hanya dapat memilih berdasarkan ketersediaan di pasar. Mereka berharap produsen lebih proaktif dalam menangani isu kemasan plastik.

Survei Greenpeace pun menyebutkan, hampir 90 persen dari total responden setuju bahwa korporasi harus bertanggung jawab dalam mengurangi kemasan plastik.

Selain itu, mereka menilai pengelolaan sampah pasca digunakan konsumen, misalnya melalui pendauran ulang atau penggunaan ulang kemasan, sangat penting dilakukan korporasi sebagai upaya perbaikan atas dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Sebagai contoh, penerapan ekonomi sirkular dapat jadi bentuk tanggung jawab korporasi dalam mengurangi sampah plastik di Indonesia.

Melansir Kompas TV, produsen AMDK memiliki program ekonomi sirkuler yang melibatkan masyarakat, bahkan memberikan bimbingan operasional, modal kerja, hingga edukasi mengenai daur ulang kemasan plastik terhadap masyarakat.

Ekonomi sirkular adalah strategi pengelolaan sampah ramah lingkungan yang bertujuan memaksimalkan penggunaan material secara sirkular dengan memulihkan dan menggunakan kembali produk dan bahan sebanyak mungkin secara sistemik dan berulang-ulang, sehingga meminimalisasi produksi sampah.

Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati memaparkan KLHK mendukung tiga pendekatan pengelolaan sampah yang dipakai yakni pendekatan zero waste melalui perubahan perilaku, pendekatan teknologi, dan pendekatan ekonomi sirkular.

“Ekonomi sirkular adalah solusi yang baik dalam soal penanganan limbah plastik. Selain mengurangi pencemaran lingkungan, mampu menghemat permintaan sumber daya alam, bisa mengurangi impor bahan baku sampah plastik untuk industri daur ulang yang masih kekurangan, dan mendatangkan nafkah bagi masyarakat pengepul. Sebuah win-win solution,” tegas Vivien.

Program ekonomi sirkular hanyalah satu dari sekian benutk tanggung jawab korporasi yang sejalan dengan peta jalan pemerintah untuk mendorong pengurangan sampah nasional.

Hal tersebut sejalan dengan pasal 6 Peraturan Menteri (Permen) LHK RI No. 75 Tahun 2019 mengenai Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, di mana korporasi dapat berupaya mengurangi sampah dengan pendauran ulang sampah, yakni dengan menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang, atau menggunakan bahan baku produksi hasil daur ulang.

Di samping itu, korporasi juga dapat berperan dalam menyosialisasikan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan, misalnya dengan mengedukasi masyarakat untuk berperan dalam pengurangan sampah melalui pemilihan produk dan/atau kemasan produk yang dapat didaur ulang.

Editor: Bardjan