Lantaran dalamnya integrasi industri plastik nasional, penurunan permintaan industri hilir plastik membuat seluruh sektor industri plastik terdisrupsi.

Andi M. Arief

Andi M. Arief – Bisnis.com22 September 2020  |  16:00 WIB

Industri kemasan. Permintaan plastik terbesar dimiliki oleh industri kemasan yakni mencapai sekitar 2,2 juta ton per tahun atau mengolah sekitar 40 persen total produksi plastik nasional. – Jibiphoto

Bisnis.com, JAKARTA – Lantaran dalamnya integrasi industri plastik nasional, penurunan permintaan industri hilir plastik mendisrupsi seluruh sektor industri plastik.

Asosiasi Produsen Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) menyatakan sebagian permintaan produk plastik hilir meningkat, khususnya untuk produk makanan, minuman, dan kesehatan, Namun, peningkatan tersebut tidak mampu mengimbangi penurunan permintaan di sektor lain, khususnya konstruksi dan transportasi.

Inaplas mendata utilisasi industri hilir plastik anjlok ke level 60 persen dari posisi awal 2020 di kisaran 90-100 persen. Adapun, laju pertumbuhan lapangan usaha industri hilir plastik merosot 12 persen per Juli-Agustus 2020.

“Ini bukan main-main. [Permintaan] saat Juni 2020 tertolong pasar Lebaran. Juli-Agustus minus 12 persen karena orang fokus ke pasar Masuk Sekolah, konsumsi yang lain harus turun,” ujar Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono kepada Bisnis, Selasa (22/9/2020).

Karena perbedaan karakter industri, utilisasi pabrikan hulu plastik tidak turun dan tetap berada di kisaran 90 persen. Pasalnya, industri hulu plastik melakukan produksi berdasarkan kontrak jangka panjang, sedangkan industri hilir plastik bergantung pada permintaan konsumen.

Dengan kata lain, gudang industri saat ini penuh oleh bahan baku plastik. Fajar menyampaikan untuk menghindari potensi kerugian mismatch, pabrikan hulu plastik mengandalkan pasar global agar tidak terjadi penumpukan.

Fajar mencatat negara tujuan ekspor pabrikan hulu plastik lokal baru mencapai beberapa negara di Asia Selatan, Asia Tenggara, Timur Tengah, dan China. Walakin, Fajar menyatakan strategi ekspor tersebut hanya dapat dilakukan dalam jangka pendek.

Pasalnya, pandemi Covid-19 menjadikan mayoritas negara memproteksi masing-masing pasarnya dari produk impor. “Jadi, tidak ada [semangat] kerja sama di ASEAN [ maupun] AFTA. Semuanya berusaha survive, itu yang harus kita antisipasi,” ucapnya.

Selain peningkatan kinerja ekspor, cara lain yang bisa digunakan adalah perubahan pengaturan mesin produksi untuk melayani industri lain. Fajar mencontohkan kolaborasi yang dapat dilakukan antara industri minyak nabati dan industri kemasan oli.

Seperti diketahui, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI)  akan mendorong kinerja ekspor minyak goreng ke negara-negara di Afrika bagian timur dan Pakistan. Namun, peningkatan kinerja tersebut masih terhalang oleh tingginya pajak impor produk kemasan berukuran besar.

“Itu masalah komunikasi saja. [Industri kemasan oli] tinggal merubah pengaturan saja, gampang. Value network ini yang [juga] harus dikembangkan. Bahan baku ada, mesin ada, cetakan ada,” ujarnya.

Seperti diketahui, permintaan plastik terbesar dimiliki oleh industri kemasan yakni mencapai sekitar 2,2 juta ton per tahun atau mengolah sekitar 40 persen total produksi plastik nasional.

Sementara itu, industri pengguna plastik seperti otomotif dan komponen konstruksi hanya mengolah 18,2 persen dari total produksi plastik atau sekitar 1 juta ton.

Editor : Fatkhul Maskur

source: https://ekonomi.bisnis.com/read/20200922/257/1295063/permintaan-hilir-menyusut-industri-hulu-plastik-andalkan-ekspor