Kamis, 03 Jan 2019 17:20 WIB

Seorang pramusaji di sebuah hotel di Medan menunjukkan segelas minuman dengan stainless straw. Langkah melindungi bumi bisa dilakukan salah satunya dengan mengurangi penggunaan sedotan plastik. (dewantoro)

Medanbisnisdaily.com – Medan. Penggunaan plastik nyaris tak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Yang lebih miris, umumnya plastik tersebut hanya sekali pakai, contohnya sedotan plastik. Berbagai kampanye pun sudah dilakukan banyak pihak untuk mengurangi penggunaan plastik karena dampaknya sangat mengerikan.

Beberapa waktu lalu, viral video dan foto tentang penarikan sedotan plastik dari lubang hidung penyu. Dokumentasi dalam bentuk video maupun foto hewan yang bagian tubuhnya terjerat plastik sehingga terluka dan cacat, kemudian bangkai yang di dalam perutnya ditemukan berbagai bentuk sampah manusia sudah cukup menunjukkan betapa bahayanya plastik. Masih kecil upaya antisipasi tapi tetap harus dilakukan.

Communication Officer Wildlife Conservation Society – Indonesia Programme (WCS-IP), Rhema Wijaya mengaku sudah tidak lagi menggunakan sedotan plastik di manapun minum. Menurutnya, sudah menjadi kewajiban bagi dirinya untuk berpesan kepada pramusaji tidak menyertakan sedotan plastik pada minumannya. “Kita sudah melihat banyak dampaknya. Sangat mengerikan. Tidak menggunakan sedotan plastik ini salah satu bentuk keprihatinan dan kepedulian ,” katanya.

Pada dasarnya, lanjut dia, untuk meminum seseorang bisa melakukannya tanpa menggunakan sedotan plastik yang biasa disediakan pada minuman dingin. “Apa susahnya minum langsung. Bayangkan ini sekali saja dipakai langsung dibuang. Satu orang pakai, tapi berapa juta orang selain kita. Ini kesia-siaan tapi lihat lah dampaknya berbahaya sekali,” katanya.

Menurutnya, perlu ada aturan khusus tentang sedotan plastik. Tidak cukup dengan gerakan orang perorang. Misalnya, lanjutnya, bagaimana bisa mengikat produsen sedotan plastik atau produsen minuman yang menyediakan sedotan bisa turut andil dalam menangani limbah-limbah yang notabene merupakan hasil produksi dari perusahaannya. “Tanggung jawab perusahaan harus sampai pada bagaimana menangani limbah produknya yang dibeli masyarakat. Mereka harus turut andil dalam hal ini,” katanya.

Marketing Communication Hotel Grand Mercure Medan Angkasa, Yasmin mengatakan pihaknya sudah menghentikan penggunaan sedotan plastik sejak November kemarin. Hal tersebut sebagai tindakan atas keprihatinan dan kepedulian terhadap alam. Dari sekian banyak sampah plastik, mengurangi penggunaan sedotan plastik adalah langkah pertama.

“Penggunaan straw (sedotan plastik) perhari kalau untuk tamu sekitar 70-80. Ditambah kita yang staff, hitung lah sekitar 50-an. Jadi kita sudah berhenti menggunakannya, kita ganti dengan stainless straw. Kepada tamu kita sampaikan dan kita tawarkan stainless straw,” katanya.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (Walhi Sumut), Dana Prima Tarigan mengatakan, mulai dari pemerintah, perusahaan dan pemerintah harus sama-sama memahami tentang bahaya sampah plastik, atau lebih khusus lagi, sedotan plastik. Menurutnya, tidak cukup dengan melarang penjualan sedotan plastik sebelum ada solusi penggantinya.

Beberapa kalangan pecinta lingkungan menawarkan bambu kecil yang bisa dibawa kemana-mana sekaligus bisa dipakai berulang kali. Dia menekankan bahwa merubah mindset tidaklah mudah. “Yang harus diperkuat itu pertanggung jawaban produsen. Saya khawatir, jangan-jangan produsen sudah siap tapi pemerintah belum siap. Misalnya mereka bilang oke, kami siap mengambil sendiri, lalu diapakan,” katanya.

Sampah adalah masalah kompleks. Pemerintah daerah harus siap dengan konsep penanganan sampah, dengan daur ulang atau yang lain. “Produsen bagaimana? Apakah mereka beri royalti ke pemerintah untuk selesaikan sampahnya atau mereka sendiri yang ambil lu mendaur ulangnya,” katanya

Menurutnya, mengganti sedotan plastik dengan bambu kecil ataupun sstainless bisa saja dilakukan. Intinya, lanjut dia, harus melihat dulu mana yang paling sedikit Samapi lingkungannya. “Kita coba teliti yang paling kecil limbahnya. Stainless kan ada limbahnya juga dalam pembuatannya. Kita cari yang resiko dampak lingkungan paling sedikit,” katanya.

Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Langkat memiliki masalah serius dengan sampah. Desa pulau tersebut menjadi ‘penampung’ sampah dari laut dan kesulitan menangani sampah rumah tangga. Bahkan, ternak kambing, selain mengkonsumsi rumput, sampah plastik menjadi salah satu ‘menunya’. Seorang warga, Rustam Effendi mengatakan, masyarakat sangat mengharapkan bantuan untuk menangani sampah. “Tidak hanya sampah dari laut, tapi juga kita sendiri, buangnya kemana, tahu lah kita kan di pulau, bagaimana menanganinya,” katanya.

Reporter
DEWANTORO
Editor
RAMITA HARJA