Kamis 05 Jul 2018 16:33 WIB

Ban mobil pecah (ilustrasi)

Ban mobil pecah (ilustrasi)
Foto: ntmc polri
Batu bata hasil daur ulang ban bekas digunakan untuk jalanan hingga pondasi rumah.

REPUBLIKA.CO.ID, QUEENSLAND — Setelah Cina memutuskan berhenti menjadi tempat sampah dunia, seorang pelaku industri daur ulang di Gold Coast, Queensland berinvestasi dalam teknologi yang mampu mengubah ban mobil bekas menjadi batu bata. Batu bata tersebut nantinya dapat digunakan untuk jalanan, memperkokoh dinding, dan pondasi rumah.

Adrian Fuller, pemilik usaha Pusat Daur Ulang Logam Adrian di Molendinar, Gold Coast, Queensland mengatakan perusahannya melucuti 1.200 hingga 1.500 mobil per bulan. Tapi saat ini usahanya semakin sulit karena Cina telah membatasi impor bahan yang dapat didaur ulang.

“Kita sudah tidak lagi membeli bahan-bahan untuk kemudian memasukkannya ke dalam kontainer dan mengirimnya ke luar negeri, itu sudah selesai,” katanya.

Cina mengambil kebijakan tegas yang diperkenalkan tahun ini. Cina tidak akan lagi menerima limbah daur ulang dari luar negeri, kecuali jika hampir tak terkontaminasi.

Bisnis inti Adrian Fuller adalah mendaur ulang logam dari mobil yang tak lagi bisa dipakai. Tapi ia mengatakan hal itu membuatnya harus membayar 3,30 dolar Australia atau lebih dari Rp 30 ribu hanya untuk membuang satu buah ban tua. “Pemerintah dan dewan sudah tahu jika limbah ban tua akan menjadi masalah dan kami telah menemukan solusinya,” katanya.

Salah satu solusinya adalah mencabik-cabik ban tua itu menjadi potongan kecil lalu mengubahnya menjadi produk yang sudah ada, seperti peralatan area bermain dan tikar olahraga. Adrian Fuller mengatakan ia akan menjadi yang pertama di Australia mengubah potongan-potongan kecil karet ban menjadi batu bata yang tahan api, balok jalan, panel pagar serta peredam suara, yang baru saja mendapatkan hak paten dari perusahaan Kanada ‘Eco-Flex’.

“Kami ambil limbah yang orang-orang tidak inginkan dari ban tua, dan kami akan membuatnya menjadi bahan yang dapat digunakan orang,” katanya.

Kepala Eksekutif Pengelolaan Sampah Australia, Gayle Sloan, mengatakan menyambut baik inovasi tersebut. “Sebagai pelaku industri limbah, kami mengakui masalah yang dihadapi adalah soal sumber daya dan ada perusahaan siap berinvestasi dalam teknologi yang dapat mengubah limbah menjadi produk adalah hal yang luar biasa.”

“Kami tahu daur ulang membuka 9,2 pekerjaan untuk setiap 10 ribu ton limbah yang didaur ulang, dibandingkan dengan 2,8 pekerjaan jika hanya menimbun.”

Adrian Fuller mengatakan ia telah berencana untuk memulai produksi pada akhir tahun 2018. Jika berhasil, maka akan diperluas untuk mendaur ulang ban dalam jumlah besar.

John Randel dari perusahaan A1 Rubber, pengelola daur ulang karet terbesar di Australia, mengatakan teknologi baru tersebut harus efektif dalam hal biaya.

“Saya sarankan agar produk yang mereka hasilkan harus memiliki karakteristik alami dari karet daur ulang, yakni fleksibel, anti selip dan dampak peredamannya harus berhasil,” kata John.

“Jika produknya tidak menggunakan karakteristik alami dari produk tersebut, selalu ada alternatif yang lebih murah.”

Tetapi Adrian Fuller yakin dirinya mampu menemukan pasar untuk produk yang akan dibuatnya. Tujuannya pun adalah untuk membantu mengurangi stok ban bekas Australia.

“Ada beberapa kasus di mana orang menyewa lahan besar di seluruh Australia dan mengambil lebih dari satu juta ban, atau 500 ribu ban, dan hanya menyimpannya di sana, lalu kemudian meninggalkan lahan yang disewanya,” katanya.

Kepala Eksekutif Pengelolaan Sampah Australia, Gayle Sloane mengatakan kesadaran konsumen soal manfaat membeli produk karet daur ulang dapat membantu industri pengelolaan limbah. “Kami benar-benar melihat ada permintaan yang lebih besar untuk plastik daur ulang sebagai hasil dari kesadaran tentang masalah ini,” katanya.

source: https://internasional.republika.co.id/berita/internasional/abc-australia-network/18/07/05/pbdzwf382-pengusaha-australia-daur-ulang-ban-bekas-jadi-batu-bata