Mengaspal Jalan dengan Botol Susu Plastik Bekas, Solusi untuk 2 Masalah di Afrika Selatan

Ilustrasi Jalanan Aspal.

Ilustrasi Jalanan Aspal. (dok. Free-Photos/Pixabay/Tri Ayu Lutfiani)

 

Liputan6.com, Jakarta – Penggunaan plastik tak bisa dilepaskan dari keseharian. Contohnya saja terkait penggunaan botol susu. Tak dipungkiri, material ini memiliki kelebihan dibandingkan botol kaca atau sachet misalnya.

Di sisi lain, plastik makin menjadi ancaman serius bagi kesehatan lingkungan di berbagai negara. Hal itu lantaran penggunaan plastik tak terkendali dan tidak terdaur ulang, sedangkan material itu sulit terurai sekaligus mencemari alam.

Dalam konferensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan pada Desember 2017, kontaminasi plastik diakui sebagai masalah planet yang mengancam sebagian besar ekologi laut dunia. Hanya 10 persen dari plastik yang diproduksi berhasil didaur ulang setiap tahunnya, sedangkan delapan juta ton sampah plastik lainnya berakhir di laut.

Sebuah inisiatif baru dikeluarkan oleh salah satu perusahaan di Afrika Selatan dalam upaya mengurangi polusi plastik. Shisalanga Construction, anak perusahaan Raubex Group Limited telah berhasil mengaspal jalan di Afrika Selatan menggunakan senyawa plastik daur ulang sebagai bagian dari formula dalam aspal.

Dilansir dari Shisalanga.com, Senin, 7 Juni 2021, konstruksi Shisalanga berhasil mengaspal lebih dari 400 meter Cliffdale menggunakan aspal khusus ini. Shisalanga merupakan perusahaan konstruksi pertama di Afrika Selatan yang menyulap limbah plastik botol susu menjadi aspal untuk pembuatan jalan.

Sejak 2019, perusahaan ini mulai mendaur ulang botol plastik yang mereka peroleh dari pendaur ulang di Afrika Selatan. Hal ini dilakukan untuk mengatasi dua permasalahan yag cukup serius di negara tersebut, yaitu pencemaran lingkungan serius akibat sampah plastik dan banyak jalan yang kondisinya rusak.

 

Kelebihan Aspal Plastik

Perusahaan tersebut menggunakan High-Density Polyethylene (HDPE), sejenis plastik yang biasa ditemukan dalam botol susu. Diperkirakan setiap ton aspal mengandung sekitar 118 hingga 128 botol susu bekas, sehingga prosesnya membantu mengurangi limbah plastik.

Penggunaan limah plastik botol plastik menjadi aspal membuat hasilnya menjadi lebih tahan lama, serta dapat bertahan pada suhu di atas 70 derajat Celsius dan dibawah -22 derajat Celsius. Biaya produksi yang digunakan untuk menghasilkan aspal ramah lingkungan ini tidak jauh berbeda dengan biaya produksi aspal pada umumnya.

Perusahaan ini percaya bahwa jalanan yang mereka buat dapat bertahan hingga 20 tahun lebih lama. Hal ini tentu saja dapat menghemat anggaran pengeluaran negara. Tak hanya itu, emisi zat beracun yang dihasilkan dalam proses produksi aspal limbah botol plastih jauh lebih rendah dibandingkan dengan aspal biasa.

 

Praktik di Indonesia

Inovasi ini juga diterapkan di Indonesia oleh Perusahaan ELVALOY RET Dow. Di Indonesia, Dow bekerja sama dengan pemerintahan dan berbagai pemangku kepentingan untuk menyelesaikan uji coba jalan plastik pertama di Depok. Sekitar 3,5 metrik ton bahan sampah plastik dicampur menjadi aspal untuk membuat jalan sepanjang 1,8 kilometer, yang mencakup total area 9.781 meter persegi.

Sementara, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengaku terus mendorong pemanfaatan aspal plastik. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebut sejumlah proyek jalan nasional di beberapa wilayah Indonesia sudah menggunakan aspal plastik pada 2019.

Proyek tersebut tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi. Jika ditotal, panjangnya mencapai 22,7 kilometer. Pada 2018, total panjang jalan nasional yang menggunakan aspal plastik mencapai 16,3 kilometer. Pihaknya tak menutup kemungkinan untuk menggunakan material tersebut di jalan tol.

 

Oleh: Dinda Rizky Amalia Siregar

Source: https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4575919/mengaspal-jalan-dengan-botol-susu-plastik-bekas-solusi-untuk-2-masalah-di-afrika-selatan