Menperin Kawal 81 Proyek Manufaktur Senilai Rp921 Triliun

Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan

 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pihaknya akan mengawal realisasi 81 proyek manufaktur dengan total nilai investasi sebesar Rp921,84 triliun untuk pengembangan proyek hilirisasi dalam kurun waktu tahun 2023-2030.

Dari total investasi tersebut bakal menyerap tenaga kerja sebanyak 125.286 orang. “Dari investasi ini, tentunya akan menciptakan lapangan kerja yang banyak. Hal ini yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Selain itu juga akan mengurangi tingkat pengangguran baik itu karena pandemi atau angkatan kerja baru,” kata Agus pada akhir pekan lalu.

Agus menegaskan pemerintah tetap fokus untuk terus meningkatkan investasi di tanah air. Sebab, upaya strategis tersebut dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional akibat dari dampak pandemi Covid-19.

“Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, bahwa kunci pertumbuhan ekonomi kita adalah di investasi. Maka itu, Kemenperin aktif berkontribusi dalam menarik investasi baru, khususnya sektor industri,” terangnya.

Sementara itu di sektor hilirisasi petrokimia, Kementrian Perindustrian terus mendorong realisasi investasi pengembangan industri petrokimia PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, yang akan menghasilkan produk olefin dan aromatik.

Berikutnya, Kementrian Perindustrian memacu hilirisasi nikel dalam rangka meningkatkan nilai tambah bahan baku nikel dan kobalt yang tersedia di Indonesia. Bahan baku ini dapat digunakan dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.

“Saat ini, secara total kita punya 30 smelter yang beroperasi, kemudian yang sedang konstruksi 20 smelter, dan dalam tahap feasibility study sebanyak 9 smelter,”jelasnya. Smelter ini berperan untuk menguatkan struktur industri dalam negeri agar lebih berdaya saing di kancah global.

“Implikasi dari kebijakan hilirisasi ini, industri logam dasar pada tahun 2020 tumbuh 5,87%, ekspornya pun tumbuh 30%, bahkan mampu menyumbang devisa negara hingga USD22 miliar,” ungkapnya.

Saat ini,Indonesia memiliki 30% dari cadangan bijih nikel dunia, sehingga  menjadi jaminan bahan baku untuk investasi di sektor baterai kendaraan listrik, yang pada akhirnya akan menarik investasi di sektor kendaraan listrik.

Agus mengungkapkan beberapa perusahaan yang akan memproduksi bahan baku baterai listrik nikel-kobalt, di antaranya adalah PT QMB (Sulawesi Tengah), PT. Halmahera Persada Lygend (Pulau Obi), PT Weda Bay Nickel (Maluku Utara), dan PT Smelter Nikel Indonesia (Banten).

Sedangkan, untuk hilirisasi minyak sawit, pemerintah telah mendorong program B30 (mencampur 70% BBM diesel dengan 30% FAME/Biodiesel). “Upaya simultan pemerintah ini untuk mengurangi impor BBM diesel sekaligus mengendalikan emisi pencemaran udara,” pungkasnya.